Kehidupan di pesantren sejatinya adalah kehidupan yang sangat unik dan menarik dimana kisahnya tak akan pernah habis untuk dibicarakan. Ini menandakan bahwa apa yang dialami setiap santri dalam menjalani kehidupannya di pesantren penuh dengan kenangan-kenangan yang takkan mungkin dilupakan, baik itu kenangan indah bahkan pahit sekalipun.
Pesantren dengan kegiatannya yang terbilang cukup padat adalah sebuah ciri khas yang sudah mendarah daging dari dahulu kala, sebab waktu adalah harta yang sangat berharga yang tak boleh disia-siakan.
Waktu adalah pedang, jika kamu tidak bisa menaklukkannya maka dialah yang akan menaklukkanmu.
Waktu itu lebih berharga daripada emas.
Sungguh kekosongan merupakan salah satu diantara yang bisa merusak seseorang.

Demikianlah diantara beberapa doktrin yang biasa dan hampir setiap saat terucap baik oleh para santri itu sendiri hingga para guru dalam beberapa nasehatnya. Ini menandakan betapa kesempatan itu sangatlah berharga bahkan sangking berharganya dalam mendefinisikan istirahat saja pesantren punya istilah sendiri yaitu istirahat adalah bergantinya dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya, sebagaimana anjuran agama dalam surah as Syarah ayat 7:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan) tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)”.
Semua kegiatan yang ada di pesantren mutlak terprogram dan terukur jelas lengkap dengan tujuannya dan bisa dipastikan tidak ada waktu kosong bagi para santri selain kegiatan yang sudah terprogram dalam kalender akademik tersebut. Padatnya kegiatan ini membuat para santri terlatih dalam bergerak cepat dan berfikir cermat, sebab sebelum satu kegiatan berakhir kegiatan lain sudah menunggu. Keadaan seperti ini menjadikan santri terampil dalam mengatur waktu dan mandiri dalam menentukan setiap sikap serta bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi yang akan didapat.

Menariknya lagi dalam setiap kehidupan yang dijalani oleh para santri tidak terlepas dari yang namanya gesekan. Hal ini wajar sebab yang demikian adalah sebuah konsekuensi dari pergerakan yang dilakukan oleh santri itu sendiri. Santri harus bergerak karena gerak adalah salah satu ciri makhluk hidup, tidak bergerak sama dengan mati. Disinilah peran pesantren untuk membuat gesekan ini menjadi energi yang positif bukan sebaliknya, maka tak jarang konflik itu terjadi diantara santri akibat dari adanya gesekan ini.

Tidak sedikit wali santri yang khawatir saat putra dan putri mereka sedang dalam masalah, baik yang berkenaan dengan gesekan sesama santri atau dengan disiplin yang ada di pesantren. Namun perlu dipahami bahwa sejatinya masalah yang sedang dihadapi oleh setiap santri merupakan proses pembelajaran bagi yang bersangkutan untuk menjadi pribadi yang lebih mengerti akan arti dari sebuah kehidupan. Sebab kehidupan di pesantren merupakan miniatur dari kehidupan masyarakat yang nantinya akan mereka hadapi. Sebut saja keberagaman yang ada di masyarakat ada juga di pesantren seperti multi etnik dan suku, latarbelakang keluarga yang berbeda-beda, status sosial, hingga karakter individu yang juga beragam. Keadaan serta lingkungan yang seperti ini menjadikan para santri terlatih dalam hal bagaimana cara menangani setiap kejadian dan permasalahan yang dialaminya. Keterampilan seperti inilah yang sangat berharga dan terkadang tidak banyak diketahui bahkan dirasakan baik bagi para santri itu sendiri dan para walinya. Hanya mereka yang banyak menghayati dan melakukan muhasabah diri yang mampu mendapatkan keuntungan dari setiap apa yang dialaminya. Sebagaimana pepatah menyebutkan “sebesar keinsyafanmu sebesar itupula keuntunganmu”.

Pesantren tidak hanya sebatas sekolah dengan aktifitas (Transfer of Knowledge) akan tetapi pesantren adalah “School of Being” yaitu pesantren sebagai tempat beramal, mengamalkan sekaligus mempraktekkan langsung apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-harinya. Maka setiap apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh para santri itulah sejatinya pendidikan itu.

Ibadah seperti shalat wajib dan sunnah, mengaji, belajar di kelas, olahraga, membersihkan kamar, kamar mandi, mushalla dan lingkungan pesantren, melakukan tugas-tugas lain seperti piket, menjadi pengurus asrama dan organisasi serta kegiatan pidato, pramuka dan lain-lainnya merupakan media dan wasilah bagi setiap santri untuk memperkaya pengalaman hidupnya selama berada di pesantren sebagai bekal kelak di kehidupan yang sebenarnya yaitu ditengah-tengah masyarakat. Sungguh sebenarnya seorang santri adalah “orang yang kaya”, kaya akan ilmu pengetahuan dan tentunya pengalaman yang begitu berharga dalam kehidupan ini. Seindah-indah masa adalah masa di kala menuntut ilmu dan seindah-indah pengalaman adalah pengalaman menuntut ilmu. Maka bersyukurlah mereka yang merasakan masa-masa itu di pesantren. [HWP]