Kesan Santri Kelas Satu Terhadap Ujian di Pesantren

Pesantren Terpadu Almuslim saat ini (Sabtu, 12 Desember 2020) sedang menggelar ujian semester ganjil. Sebagaimana yang kita maklumi bersama ujian di PTA terdiri dari dua macam ujian yakni ujian lisan dan tulisan. Lazimnya ujian di sekolah-sekolah pada umumnya hanya berlangsung sepekan saja, namun tidak demikian di PTA dimana ujian menghabiskan waktu selama 3 pekan (18 hari).

Lamanya waktu ujian ini tentunya membutuhkan fokus tersendiri bagi seluruh santri tanpa terkecuali santri kelas satu. Bagi kelas satu khususnya, model ujian yang ada di PTA ini memiliki kesan tersendiri di hati masing-masing santri.

Berikut beberapa tanggapan yang coba kami rangkum melalui hasil wawancara dengan mereka.

Ujian Tulis

Menurut ananda Zakiatul Maghfirah santriah kelas I E asal Lhokseumawe mengatakan bahwa ujian di PTA sangat menegangkan, terutama pada saat ujian lisan. Pasalnya dia belum pernah mengalami ujian seperti ini sebelumnya, dimana ia harus duduk sendirian di hadapan dua orang penguji yang menanyakan materi-materi secara langsung. Tentu keadaan seperti ini sangatlah menegangkan imbuhnya. Bahkan ia akui kalau sebenarnya semua materi sudah ia hafal dan pahami sebelum memasuki ruang ujian lisan. Namun karena rasa nerves dan gerogi di hadapan penguji, apa yang ia sudah kuasai menjadi hilang dari ingatannya. Bagi Azka sapaan akrabnya menuturkan kembali untuk ujian selanjutnya di semester II ia akan berupaya maksimal terutama melatih mental agar tidak gugup lagi saat berhadapan dengan penguji ujian lisan.

Wawancara Wakil Direktur dengan Santriah Kelas Satu

Lain halnya dengan ananda Rifqi Ramadhan santri kelas I D asal Langsa ini mengatakan bahwa ujian di PTA cukup berat. Pasalnya disamping pelajarannya lumayan banyak ada beberapa materi khususnya yang berbahasa Arab seperti pelajaran tafsir, hadits, muthalaah dan bahasa Arab itu sendiri diakuinya lumayan sulit. Namun ia memastikan bahwa semua kesulitan yang dihadapinya mampu dilaluinya dan kedepannya ia akan berupaya belajar lebih giat lagi agar memperoleh nilai yang lebih baik.

Jika kedua santri diatas menanggapi masalah kesiapan mental dan pelajaran, ananda Maulidini Putri santriah kelas I G asal Lhokseumawe ini menanggapi masalah disiplin ujian yang sangat ketat. Jangankan bisa berbicara dengan kawan, untuk menoleh ke samping dan kebelakang saja tidak bisa. Namun keadaan seperti ini justru menjadikannya harus bersungguh-sungguh dalam belajar untuk menguasai pelajaran. Sebab tak ada satupun baik teman dan guru yang bisa membantu saya pada saat ujian, demikian ungkapnya.

Ujian Lisan

Dari sekelumit kisah yang disampaikan oleh 3 orang santri diatas setidaknya mewakili perasaan dan keadaan yang dialami oleh sebagian besar santri khususnya kelas satu dalam menjalani ujian di pesantren.

Namun demikian bahwa pesantren telah mencoba mengarahkan dan membimbing para santri khususnya sebelum ujian ini dilaksanakan.

Terbukti setiap sebelum ujian selalu diadakan pesan dan nasehat menghadapi ujian semester. Dimana baik Direktur maupun Wakilnya menyampaikan tentang hakikat ujian di pesantren, apa sebenarnya yang diuji , bagaimana cara menjalaninya, serta falsafah ujian itu sendiri dimana intinya adalah Ujian untuk belajar bukan belajar untuk ujian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *