Pernahkah kita berpikir apa sebenarnya musuh besar orang tua dalam perkembangan karakter anak? Perilaku seorang anak memang sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik sekolah, teman, maupun keluarga. Jika anak berada di lingkungan yang baik, maka kemungkinan besar karakternya juga akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya, seperti kata pepatah aceh “kiban ue meunan minyeuk, kiban ureung syik meunan aneuk”. Namun, hal yang sering diabaikan oleh orangtua adalah gadget dan internet yang notabenenya memiliki pengaruh sangat besar bagi perkembangan karakter anak.
Saat ini, gadget dan internet sudah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Internet memang sangat membantu memudahkan pekerjaan manusia, mulai dari pekerjaan yang mudah sampai dengan yang sulit. Internet mampu membuat manusia menerawang jauh sampai ke ujung dunia. Jika dulu buku adalah jendela dunia, maka sekarang internet adalah jendela dunia. Dan kitalah yang menentukan kemana arah jendela dunia kita.
Disamping manfaat terdapat pula dampak negatif yang bisa merusak generasi muda kita tanpa disadari. Perlahan namun pasti, dampak buruk internet menjalar ke sendi-sendi generasi muda. Bergesernya nilai sopan santun, tutur kata dan perilaku buruk, kurangnya kejujuran, kepedulian sesama, kurangnya kerja keras, bahkan normalisasi kekerasan verbal maupun fisik. Membuat para orang tua menyalahkan diri dan bertanya “dimana letak awal salahnya?”
Seorang anak bagaikan kaset yang tak berisi. Maka tugas orangtua, guru, maupun lingkungan untuk mengisinya dengan rekaman yang bermanfaat. Namun tanpa disadari, internet telah mengambil sebagian peran orang tua dalam mengisi rekaman tersebut.
Tidak dapat dipungkiri, terkadang mejadi orang tua memang sangat melelahkan. Mengasuh anak bukanlah suatu pekerjaan yang bisa mendapat cuti ataupun weekend. Ayah yang sibuk dengan pekerjaan dan ibu yang sibuk dengan pekerjaan rumah dan mengurusi keluarga terkadang kewalahan dalam mengawasi anak. Disinilah internet mulai mengambil perannya sebagai ‘jendela dunia dua sisi’.
Ketika orang tua memfasilitasi anaknya dengan gadget, mereka merasa beban pekerjaan mereka sedikit lebih ringan. Mereka bisa dengan leluasa melakukan pekerjaan lainnya sementara si anak lalai dengan hpnya. Mula-mula si anak yang terbilang masih balita tersebut hanya melihat video ‘cocomelon’ di youtube. Namun lama-kelamaan ia akan mengeksplor hal-hal lainnya. Dengan gadget dan internet yang difasilitasi oleh orang tua, dan rasa penasaran yang merupakan sifat dasar seorang anak, internet telah berhasil mempengaruhi pertumbuhan karakter anak tersebut. Internet akan menunjukkan kedua sisinya secara perlahan. Jika orangtua tidak memblokir sisi negative internet di gadget anaknya, maka internetlah yang akan memblokir sisi positif orang tua. Fakta orangtua belum sepenuhnya mengenali anaknya pun tak dapat disangkal lagi. Oleh karena itu, sebelum gadget memperbudak generasi muda kita, maka sebagai orang tua maupun guru jangan biarkan gadget mengambil peran yang semestinya kita perankan dalam kehidupan mereka.
* Tulisan ini ditulis oleh Ustz. Novi Hartinah, S.Pd. (Guru Bahasa Inggris).