Banggalah Menjadi Santri

Sesuatu yang dilihat dari dekat adalah tragedi dan dilihat dari jauh adalah komedi. Itulah ‘dunia santri, satu kata yang menggambarkan semuanya.

Assyifa Azzahra (Santriah KElas IV)

Santri adalah sebutan bagi mereka yang menimba ilmu di pondok pesantren. Meninggalkan sejenak hiruk pikuk dunia demi menuntut pendidikan agama. Perjuangan, keinginan, dan pengalaman menjadikan mereka bertahan hingga saat ini.

Pondok pesantren adalah tempat penuh kenangan, di mana tawa, luka dan air mata menjadi sahabat dalam cerita perjuangan. Namun, tak sedikit dari santri yang menutup mata akan posisinya. Mengapa? Karena keluhan yang mengalahkan keinginan. Mereka terus mengeluh tanpa tahu bahwa potensi mereka mengalahkan keadaan yang ada, mereka dapat melakukan hal lebih dari apa yang mereka keluhkan. Dan mengapa hal ini terjadi? Karena mereka kurang bangga menjadi santri.

Bukalah mata dan hatimu jika kamu merasa tidak bangga menjadi santri. Segala kenangan, pengalaman, persahabatan dan kekompakan tidak akan kamu dapatkan secara cuma-cuma. Semua hal itulah yang menjadikan kamu berwibawa, membesarkan jiwa dan membentuk karakter mu “ you born to be real not to be perfect” pesantren menuntut kamu untuk menjadi nyata bukan untuk sempurna. Tempat dari pencarian jati diri, mengenali diri dan potensi yang kamu miliki. Pendidikan karakter melalui keseharian yang melibatkan perasaan. Para santri juga mengetahui slogan pendidikan “ apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar, dan apa yang kamu rasakan itulah pendidikan” yang dipegang erat oleh pesantren pada dasarnya telah berhasil mendidik jiwa dan karaktermu.

Seorang santri haruslah bangga dengan dirinya, menjaga nama baiknya sebagai seorang santri juga nama baik dari tempat ia menimba ilmu. Para pengasuh selalu mengatakan jika jati diri seorang santri tidak akan hilang begitu saja, kemanapun seorang santri melangkahkan kaki, nama pesantren akan selalu hadir mengikuti. Lantas, hari ini apakah seorang santri berusaha menutupi identitas nya? Menjadi santri berarti siap menjadi panutan dan contoh dalam lingkungan masyarakat. Seorang santri tidak perlu merasa malu akan dirinya. Justru potensi yang ia miliki menjadi kebanggaan dan tentunya manfaat bagi orang lain.

خَيْرالنَّاسِ أَحْسَنُهُمْ خُلْقاً وَ أَنْفَعُهُمْ لِلناَّسِ

Seorang santri merupakan point of view atau sudut pandang dan contoh dalam lingkungan masyarakat. Namun, kurangnya percaya diri bukanlah satu-satunya problematika yang membuat santri tidak bangga akan dirinya. Rasa takut, beban dan rasa lelah -lah yang menjadikan banyak santri menyerah di tengah jalan perjuangannya.

Seorang manusia memang tak luput dari kesalahan dan dari setiap kesalahan menuntut tanggung jawab juga perbaikan. Dalam dunia santri terdapat istilah “ apa yang dilakukan memiliki pertanggung jawaban sesuai kadar dan ukurannya”

Seorang santri yang melakukan kesalahan lumrah mempertanggungjawabkan kesalahannya. Namun, masa pertanggungjawaban inilah yang terkadang menjadi rasa takut dan mendorong keinginan untuk menyerah. Beberapa santri yang tak sanggup bertahan di pesantren memiliki rasa takut, banyak yang tak menyadari dan malah menyalahkan keadaan. Mungkin beberapa dari mereka lupa bahwa setelah hari ini masih ada hari esok, waktu akan terus berlalu dan ujian datang silih berganti. Rasa takut yang dimiliki itu membuat beberapa dari mereka merasa jika waktu tidak akan berlalu, padahal merekalah yang enggan membuka mata, jika setiap masalah akan berlalu dan akan baik-baik saja.

Masa pertanggungjawaban itu akan terbenak jelas, dan mungkin tak akan terlupakan di mana luka dan air mata menghiasi masa-masa tersebut. Masa di mana seorang santri berada di titik terendahnya. Namun, percayalah jika suatu hari kamu akan mengenang masa ini dengan tawa bahagia lantas berterima kasih. Karena masa-masa inilah yang mendidik dan membesarkan jiwamu. Hari ini kamu melihatnya sebagai tragedi namun di masa depan kamu melihatnya sebagai komedi.

Ketika rasa takut ini dapat teratasi maka seorang santri akan cenderung bertahan dan pantang menyerah. Karena pengalaman berharga ini.pengalaman yang menjadi pendidikan yang membentuk keberanian juga dorongan untuk tak melakukan kesalahan yang sama. Seorang santri haruslah merasa bangga akan dirinya karena keberanian dan pengalaman ini, bukan merasa bangga akan kesalahan yang dilakukannya. Karena pengalaman-pengalaman seperti ini tak akan kamu dapatkan secara cuma-cuma.

Seorang santri mendapat pengalaman berharga dari hal-hal yang ia alami setiap harinya selama menuntut ilmu di pondok, pendidikan dan wawasan luas tentang agama, juga waktu yang tak terbuang percuma. Hal-hal inilah yang menjadi alasan mengapa seorang santri harus bangga akan posisi-nya. Masa muda yang dihabiskan dengan menuntut ilmu dan tidak dihabiskan dengan kesia-siaan. Seorang santri tak perlu merasa takut akan problematika yang dialaminya karena Allah sang pencipta akan selalu ada bersama.

إناَّللهَ مَعَناَ

Penulis: Assyifa Azzahra santriah kelas V

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *